Seharusnya Said Didu Jadi Saksi Ahli Pengungkap Dana Kampanye


GELORA.CO - Kehadiran mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu sebagai saksi dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dirasa kurang tepat.

Pengamat hukum dari Universitas Andalas Pandang, Charles Simabura langkah Kuasa Hukum Prabowo-Sandi menempatkan Said Didu sebagai saksi yang berbicara mengenai anak perusahaan BUMN dan menyoal posisi calon presiden Maruf Amin kurang tepat.

Seharusnya, kata dia, Said Didu dijadikan saksi ahli dan berbicara mengenai dugaan pelanggaran dana kampanye. Sebab, dia pernah bekerja di pemerintahan, sehingga paham alur dana-dana yang diduga disalahgunakan. 

Menurutnya, jika BPN menjadikan persoalan dana kampanye Jokowi-Maruf sebagai petitum, maka MK bisa memeriksa pelanggaran dana kampanye tersebut.

Isu ini, sambungnya, tentu akan menjadi hal baru sekaligus perdebatan seru jika dibawa ke MK. Sebab selama ini kejujuran dana kampanye hanya selesai di akuntan publik manakala dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

"Isu itu luar biasa bagi kita. Jadi kita berharap kalau itu dielaborasi, maka bisa jadi satu terobosan di MK ketika ada ada peserta pemilu yang terindikasi tidak jujur dalam laporan dana kampanye," tegasnya. 

"Artinya MK bisa saja memeriksa pelanggaran termasuk dana kampanye yang sampai sekarang diributkan orang di pilpres, pileg, pilkada dibawa ke MK," sambung Charles.

Menurutnya, dana kampanye bisa menjadi pintu masuk untuk menyebut ada kecurangan yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Apalagi, kubu Prabowo-Sandi kerap mempertanyakan lonjakan harta kekayaan Jokowi. 

Jokowi, disebut mengalami lonjakan harta yang fantastis sebesar Rp 13.399.037.326. Hal itu ditilik dari Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diumumkan tanggal 12 April 2019, di mana harta kekayaan berupa kas dan setara kas milik Jokowi hanya berjumlah Rp 6.109.234.704.

Sementara pada 25 April 2019, disebutkan dana kampanye Jokowi dalam bentuk uang senilai Rp 19.508.272.030 dan bentuk barang Rp 25.000.000.

“Ahli seharusnya bisa menjelaskan bagaimana implikasinya dana kampanye itu, tidak jujur dan segala macam," tandasnya. [md]

0 Komentar