AESENNEWSJATENG - Bandungan Kabupaten Semarang - Tempat tinggal yang telah mereka huni selama berpuluh tahun lamanya terancam digusur oleh konglomerat yang secara tiba - tiba menguasai tanah mereka.
Tanah dan tempat tinggal yang secara turun temurun dihuni adalah merupakan peninggalan dari orang tuanya dan kini hampir tidak bisa mereka pertahankan lagi.
Mereka cuma bisa berharap dan berharap kepada para pejabat-pemerintah yang berkompeten dapat membantu memperjuangkan hak yang semestinya mereka dapatkan.
"Kami menempati lahan ini sudah lama sejak orangtua kami masih hidup. Sejak tahun 1946 kami juga membayar pajak dan untuk mendirikan bangunan kami juga mempunyai IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) yang kami dapat melalui uji persyaratan administrasi yang sesuai peraturan pemerintah," ungkap Sukro Partono salah satu korban penggusuran saat di temui awak media, Senin (20/6/2022).
Dikatakannya, Ia dan warga yang lain juga heran, tanah yang sudah di tempati secara turun temurun sejak tahun 1946 tiba-tiba di tahun 1973 muncul sertifikat atas nama Hacuanho alias Handoyo.
Orang yang sama sekali belum pernah dikenal warga ini kemudian muncul dengan menunjukkan bukti 7 sertifikat yang menyatakan tanah tersebut adalah hak miliknya.
"Ini yang membuat saya dan warga lain terkejut, dan setelah dipelajari bersama ternyata ada kejanggalan dalam sertifikat itu, bahwasanya dari 7 sertifikat yang ada, dua diantaranya adalah makam umum dan tanah milih warga yang sudah bersertifikat, sehingga sertifikat yang muncul tumpang tindih. Dan yang menjadi kejanggalan lainnya dari 7 sertifikat tersebut alamatnya tidak menyebut Bandungan tetapi Bandung," imbuh Partono.
"Saya tidak berharap medapatkan ganti rugi, tapi saya berharap medapatkan ganti untung dari apa yang selama ini telah kami jaga dan kami rawat bertahun-tahun dan bangunan yang kami bangun dengan tetesan keringat, jerih payah saya bersama keluarga tolong hargai kami," ungkapnya.
Partono berharap, siapapun yang mempunyai kepentingan akan tanah ini dirinya meminta untuk membuka matahati dengan memenuhi apa yang seharusnya menjadi hak warga.
"Kami tidak mengharap apa-apa kecuali hak yang semestinya adalah milik kami. Tolong hargai jerih payah kami, dengan kalian memberikan gantirugi sebesar Rp 200 Juta untuk di bagi 5 kepala keluarga. Kalian itu tidak manusiawi dan kalian menganggap kami bukan manusia," tegas Partono meluapkan amarahnya.
Ditempat sama, Kasto (45) warga lain yang juga tetangganya yang menjadi korban penggusuran ikut memberikan kesaksian dan mengungkapkan keprihatinannya atas kejadian yang menimpa Sukro Partono yang juga menjadi Ketua RW dan sesepuh di kampungnya.
"Saya perwakilan dari masarakat warga Desa Gemasan, kami ikut prihatin atas apa yang terjadi kepada tetangga dan sesepuh kami, mereka sangat terdzolimi dan tidak mendapatkan keadilan sedikitpun. Dimana Pejabat-Pejabat yang mempunyai peranan sebagai pengayom dan pelindung masarakat, di saat kami sangat membutuhkan mereka kenapa tidak ada yang muncul, seakan tutup mata dan tidak peduli dengan apa yang terjadi. Saya berharap kepada pak Lurah, Pak Camat, Pak Bupati, Pak Gubernur, tolong bantu kami memperoleh keadilan," pinta Kasto dengan wajah memerah menahan amarah.
Sementara itu, kuasa hukum warga, Ricky ananta, ST, SH., MH, Kusumandityo, SH., MH, Risandi, SH, Dedi Setiawan, SH, dan Visnu, SH MH
Mengatakan timnya akan tetap berusaha memperjuangkan hak warga untuk menerima ganti rugi yang sampai saat ini tidak atau belum diterima warga.
"Warga sangat menjunjung tinggi apapun yang menjadi putusan. Dan kami akan memperjuangkan hak yang mereka miliki. Karena warga menempati lahan ini sejak sebelum kemerdekaan," ungkap Ricky.
Dikatakannya, sebelumnya pun obyek tanah yang ada di Desa Gamasan ini juga pernah terjadi perkara, baik pidana maupun perdata. Bahkan perkara pidananya sudah pernah sampai pada di persidangan Pengadilan Negeri Semarang hingga permasalahan manipulasi.23-06-2022.(Hadi Purwono)
0 Komentar